Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia, Organisasi dengan Ajaran Marhaenisme - UNPku

Breaking

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Thursday, June 27, 2019

Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia, Organisasi dengan Ajaran Marhaenisme

Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia, Organisasi dengan Ajaran Marhaenisme

Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (disingkat GMNI) adalah sebuah organisasi mahasiswa di Indonesia. Organisasi ini adalah sebuah gerakan mahasiswa yang berlandaskan ajaran Marhaenisme. Marhaenisme diambil dari akap marhaen yang berarti orang yang tertindas, marhaenis adalah orang-orang yang memperjuangkan hak-hak orang yang tertindas, sedangkan marhaenisme sendiri adalah (ideologi) paham tentang marhaen tsb. GMNI dilahirkan pada tanggal 23 Maret 1954 sbg hasil gabungan dari tiga organisasi mahasiwa, masing-masing Gerakan Mahasiswa Marhenis, Gerakan Mahasiswa Merdeka, dan Gerakan Mahasiswa Demokrat Indonesia.

Sejarah
Organisasi Pembentuk

Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia, atau disingkat GMNI, lahir sbg hasil pengolahan peleburan tiga organisasi mahasiswa yang berasaskan Marhaenisme Ajaran Bung Karno. Ketiga organisasi itu ialah:
Gerakan Mahasiswa Marhaenis, berpusat di Jogjakarta
Gerakan Mahasiswa Merdeka, berpusat di Surabaya
Gerakan Mahasiswa Demokrat Indonesia, berpusat di Jakarta.
Pengolahan Peleburan

Pengolahan peleburan ketiga organisasi mahasiswa mulai tampak, ketika pada awal bulan September 1953, Gerakan Mahasiswa Demokrat Indonesia (GMDI) melakukan pergantian pengurus, yakni dari Dewan Pengurus lama yang dipimpin Drs. Sjarief kepada Dewan Pengurus baru yang dipimpin oleh S.M. Hadiprabowo.

Dalam satu rapat pengurus GMDI yang diselenggarakan di Gedung Proklamasi, Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta, tercetus keinginan untuk mempersatukan ketiga organisasi yang seasas itu dalam satu wadah. Keinginan ini kemudian diberikan kepada pemimpin kedua organisasi lainnya, dan ternyata mendapat sambutan positif.
Deklarasi

Setelah melewati serangkaian pertemuan penjajagan, karenanya pada Rapat Bersama antar ketiga Pemimpin Organisasi Mahasiswa tadi, yang diselenggarakan di rumah dinas Walikota Jakarta Raya (Soediro), di Jalan Taman Suropati, kesudahannya dicapai sejumlah kesepakatan sela lain:

Setuju untuk melakukan fusi

Wadah bersama hasil peleburan tiga organisasi bernama "Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia" (GMNI).
Asas organisasi adalah: Marhaenisme ajaran Bung Karno.
Sepakat menyelenggarakan Kongres I GMNI di Surabaya, dalam jangka waktu enam bulan setelah pertemuan ini.
Deklarator

Para pemimpin tiga organisasi yang ada dalam pertemuan ini sela lain:
Dari Gerakan Mahasiswa Merdeka:1. Slamet Djajawidjaja2. Slamet Rahardjo3. Heruman
Dari Gerakan Mahasiswa Marhaenis:1. Wahyu Widodo2. Subagio Masrukin3. Sri Sumantri martosuwiignyo
Dari Gerakan Mahasiswa Demokrat Indonesia:1. S.M. Hadiprabowo2. Djawadi Hadipradoko3. Sulomo

KONGRES I

Dengan direstui Presiden Ir. Soekarno, pada tanggal 23 Maret 1954, dilakukan Kongres I GMNI di Surabaya. Momentum ini kemudian ditetapkan sbg Hari Jadi GMNI (Dies Natalis) yang diperingati hingga sekarang. Adapun yang menjadi materi pokok dalam Kongres I ini, selain membahas hasil-hasil kesepakatan antar tiga pemimpin organisasi yang berfusi, juga untuk menetapkan personel pemimpin di tingkat pusat.

KONGRES II

Sehubungan dengan banyak persoalan yang sebenarnya belum terselesaikan dalam forum Kongres I, karenanya dua tahun kemudian (1956), GMNI kembali menyelenggarakan Kongres II GMNI di Bandung, dengan pokok persoalan di seputar masalah konsolidasi internal organisasi. Sbg hasil realisasi keputusan Kongres II ini, karenanya Organisasi cabang GMNI mulai tertata di beberapa kota.

KONGRES III

Akibat dari perkembangan yang kian meningkat di sejumlah basis organisasi, tiga tahun setelah Kongres II, GMNI kembali menyelenggarakan Kongres III GMNI di Malang tahun 1959, yang didatangi sejumlah Utusan cabang yang ditunjuk melewati Konperensi Cabang masing-masing. Berawal dari Kongres III ini, GMNI mulai meningkatkan kiprahnya, patut dalam lingkup dunia perguruan tinggi, maupun di tengah-tengah masyarakat.

Dalam kaitan dengan hasil Kongres III ini, masih pada tahun yang sama (1959) GMNI menyelenggarakan Konperensi Besar GMNI di Kaliurang Jogjakarta, dan Presiden Ir. Soekarno sudah berkenan ikut mengantarkan Pidato Sambutan yang kemudian dikenal dengan judul "Hilangkan Steriliteit Dalam Gerakan Mahasiswa!".

KONGRES IV

Digelar tahun 1962 di Jogjakarta, dengan hasilnya: Peneguhan eksistensi organisasi dalam realitas sosial politik dan masalah kemasyarakatan. Kepengurusan Presidium sela lain: Bambang Kusnohadi (ketua), Karjono (sekjen), John Lumingkewas, Waluyo, dsb.

KONGRES V


Untuk lebih memuaskan dinamika kehidupan pergerakan GMNI, karenanya direncanakan pada tahun 1965 akan diselenggarakan Kongres V GMNI di Jakarta. Namun Kongres V tsb gagal terlaksana karena gejolak politik nasional yang tak menentu akibat peristiwa G30S/PKI. Kendati demikian, acara persiapannya sudah sempat direalisiir yakni Konperensi besar GMNI di Pontianak pada tahun 1965. Dalam Konferensi besar ini sudah dihasilkan kerangka Program Perjuangan, serta Program Aksi bagi Pengabdian Masyarakat.

Dampak peristiwa G30S/PKI bagi GMNI sangat terasa sekali, karena setelah peristiwa tsb, GMNI dihadapkan pada cobaan yang cukup berat. Perpecahan dalam kubu Front Marhaenis ikut melanda GMNI, sehingga secara nasional GMNI jadi lumpuh sama sekali. Di tengah hantaman gelombang percaturan politik nasional yang menghempas keras, GMNI mencoba untuk bangun kembali melakukan konsolidasi. Terlaksana Kongres V GMNI di Salatiga tahun 1969 (yang seharusnya di Jakarta tetapi gagal dilaksanakan). Namun Kongres V ini tetap belum dapat menolong stagnasi organisasi yang begitu parah.

Namun kondisi ini tampaknya sudah membangkitkan kesadaran kesadaran baru dikalangan warga GMNI, yakni kesadaran untuk tetap bangkit pada daya diri sendiri, karenanya mulai 1969, thema "Independensi GMNI" kembali menguasai lam pikiran para aktivis khususnya yang berada di Jakarta dan Jogjakarta. Tuntutan Independensi ini mendapat reaksi keras, patut dari kalangan Pemimpin Pusat GMNI maupun dari PNI/Front Marhaenis. Tuntutan independensi ini sebenarnya merupakan upaya GMNI untuk kembali ke "Khittah" dan "Fitrah" nya yang sejati. Karena sejak awal GMNI sudah independen. Tuntutan ini sesungguhnya sangat beralasan dan merupakan langkah antisipasi, karena tak lama kemudian terjadi restrukturisasi yang menyebabkan PNI/FM berfusi kedalam PDI.

KONGRES VI

Setelah gejolak politik reda GMNI kembali memanfaatkan momentum tsb untuk membangun kembali organisasinya. Dilaksanakan Kongres VI GMNI di Ragunan-Jakarta tahun 1976, dengan thema pokok: "Pengukuhan Independensi GMNI serta Konsolidasi Organisasi". Hal lain yang patut dicatat dalam Kongres VI ini adalah penegasan kembali tentang Asas Marhaenisme yang tak boleh dicabut oleh forum apapun juga, serta perubahan model kepemimpinan kearah kepemimpinan kolektif dalam wujud forum Presidium.

Selain itu, Kongres VI mempunyai faedah tersendiri bagi GMNI, karena mulai masa itu sudah terjadi regenerasi dalam keanggotaan GMNI, yang ditandai dengan timbulnya sejumlah pemimpin basis dan cabang dari kalangan mahasiswa muda yang tak terkait sama sekali dengan konflik internal PNI/FM di masa lalu.

KONGRES VII


Mengingat persoalan konsolidasi meliputi berbagai aspek, karenanya masalah yang sama dibahas pula dalam Kongres VII GMNI di Area tahun 1979. dalam Kongres VII ini kembali ditegaskan bahwa: Asas organisasi tak boleh diganti, Independensi tetap ditegakkan, dan konsolidasi organisasi pasti seimbang dengan konsolidasi ideologi.

KONGRES VIII

Berlangsung 1983 di Lembang, Bandung, dengan pengawalan sempit dari aparat keadaan bebas dari bahaya. Kepengurusan Presisium hasil kongres ini adalah Amir Sutoko (Sekjen), Suparlan, Sudiman Kadir, Suhendar, Sirmadji Tjondropragola, Hari Fadillah, Rafael Lami Heruhariyoso, Bismarck Panjaitan, Antonius Wantoro.

KONGRES IX

Berlangsung di Samarinda tahun 1986. Kepengurusan Presidium hasil kongres ini adalah Kristiya Kartika (Ketua), Hairul Malik (Sekjen), Sudirman Kadir, Sunggul Sirait, Agsu Edi Santoso, I Nyoman Wibano, Suparlan, Adin Rukandi, Gerson Manurib.

KONGRES X

Berlangsung di Salatiga tahun 1989. Kepengurusan Presidium hasil Kongres ini adalah Kristiya Kartika (Ketua), Heri Wardono (Sekjen), Agsu Edi Santoso, Hendro S. Yahman, Sunggul Sirait, Ananta Wahana, Jhon A. Purba, Silvester Mbete, Hendrik Sepang.

KONGRES XI

Dilaksanakan tahun 1992 di Malang, hasilnya adalah sbg berikut:
Adanya format baru hubungan sela kader GMNI yang tak boleh lagi bersifat formal institusional, tetapi ditukar jadi wujud hubungan personal fungional.
Kepengurusan Presidium adalah Heri Wardono (Ketua), Samsul Hadi (Sekjen), Idham Samudra Bei, Teki Priyanto, Yayat T. Sumitra, Rosani Projo, Yori Rawung, Herdiyanto, Frimansyah.

KONGRES XII

Diadakan di Denpasar tahun 1996. Hasilnya adalah:

Perubahan pembukaan Perkiraan Landasan dengan memasukkan klausul “Sosialis Religius”, “Nasionalis Religius”, dan “Progresive Revolusioner”.

Menolak yang akan menjadi tunggal Presiden RI, penghapusan program penataran P4, reformasi politik ekonomi RI.

Kepengurusan Presidium terdiri dari: Ayi Vivananda(Ketua), A. Baskara (Sekjen), Agus Sudjiatmiko, Abidin Fikri, Arif Wibowo, IGN Alit Kelakan, Deddy Hermawan, Sahala PL Tobing, Rudita Hartono, Hiranimus Abi, Yudi Ardiwilaga, Viktus Murin.

KONGRES XIII

Terjadi perpecahan dalam Kongres XIII. Beberapa ada penyelenggara Kongres di Kupang pada Oktober 1999. Beberapa lagi menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) di Semarang.

Presidium hasil Kongres Kupang adalah Bambang Romada, Viktus Murin, Arif Fadilla, Aleidon Nainggolan, Haryanto Kiswo, Klementinus R. Sakri, Kristantyo Wisnu Broto, Robby R F Repi, R.S. Hayadi, Renne Kembuan, Wahyuni Refi, Yusuf Blegur, Yori Yapani.

Sementara itu Presidium hasil Kongres Luar Biasa di Semarang pada Februari 2001 adalah Sony T. Dana Paramita (Sekjen), Hatmadi, Sidik Dwi Nugroho, Sholi Saputra, Endras Puji Yuwono, Purwanto, Susilo Eko Prayitno, Tonisong Ginting, Donny Tri Istiqomah, Andre WP, Abdullah Sani, Bamabang Nugroho, I Gede Budiatmika.

KONGRES XIV

Barisan hasil kongres Kupang meneruskan kongres XIV di Manado dengan hasil kepengurusan Presidium sbg berikut: Wahyuni Refi (Ketua), Donny Lumingas (Sekjen), Achmad Suhawi, Marchelino Paiiama, Ade Reza Hariyadi, Hendrikus Ch Ata Palla, Yos Dapa Bili, Hendri Alma Wijaya, Moch. Yasir Sani, Haryanto Kiswo, Jan Prince Permata, Eddy Mujahidin, Ragil Khresnawati, Heard Runtuwene, Nyoman Ray.

Sementara itu barisan hasil KLB Semarang meneruskan kongres XIV di Medan, dengan hasil kepengurusan sbg berikut: Sonny T. Dana Paramita (Sekjen), Andri, Dwi Putro, Erwin Endaryanta, Fitroh Nurwijoyo Legowo, Mangasai Tua Purba, Monang Tambunan, Alvian Yusuf Feoh, Abdul Hafid.

KONGRES XV (Kongres Persatuan)

Dilaksanakan pada tahun 2006 di Pangkal Pinang, Propinsi Kepulauan Bangka Belitung, dengan penyatuan dua barisan yang ada di GMNI, hasilnya adalah sbg berikut:
Penetapan AD/ART baru GMNI
Penetapan silabus kaderisasi dan GBPP GMNI
Hasil kepengurusan Presidium dipimpin oleh Deddy Rahmadi sbg Pemimpin dan Rendra Falentino Simbolon sbg Sekretaris Jenderal.

KONGRES XVI

Berlangsung di Wisma Kinasih Bogor pada Desember 2008, hasilnya adalah Penyempurnaan AD/ART dan GBPP GMNI, Wujud pemimpin nasional adalah Presidium dengan Pemimpin Rendra Falentino Simbolon dan Sekretaris Jenderal Cokro Wibowo Sumarsono. Penegasan sikap politik adalah sbg berikut:

Penjelasan untuk kembali ke UUD 1945 yang asli
Mendesak segera dilaksanakannya Reforma Agraria
Menolak hutang luar pemerintah dalam wujud apapun
Cabut UU Badan Hukum Pendidikan, UU Pornografi dan Pornoaksi serta UU Penanaman Modal
Nasionalisasi sepenuhnya aset-aset yang melibat hajat hidup publik berdasarkan dengan amanat UUD 1945.

KONGRES XVII

Berlangsung di Balikpapan pada tahun 2011. Hasil dari kongres tsb melahirkan kepemimpinan di tubuh Presidium GMNI. Terpilih sbg Pemimpin adalah Bung Twedy Noviady Ginting dan Bung Saiful Anam sbg Sekjen.

KONGRES XVIII (Kongres Kerakyatan)

Berlangsung di Blitar, Jawa Timur pada tahun 2013. Hasil dari kongres adalah tempat penyelenggaraan Kongres XIX GMNI di Sikka dan DPC GMNI Sikka menjadi penanggung sahut teknis sbg Panitia Daerah Kongres XIX GMNI. Terpilih kembali Bung Twedy Noviady Ginting sbg Pemimpin Presidium dan Bung Bintar Lulus Pradipta sbg Sekjen. Dalam kongres ini, seluruh elemen masyarakat Blitar dilibatkan mulai dari akomodasi hingga keamaman untuk memastikan keseluruhan rangkaian acara dapat berlangsung berdasarkan rencana. Para peserta kongres menginap di rumah warga, sementara itu kegiatan kongres berlangsung di area Istana Gebang Kota Blitar. Oleh karenanya, Kongres ke-18 GMNI di Blitar disebut sbg Kongres Kerakyatan.

No comments:

Post a Comment

Post Top Ad

Responsive Ads Here